Pasca aksi mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci pada Senin (30/8/21) lalu, banyak informasi simpang siur beredar mengenai tuntutan massa tersebut.

Hal itu membuat Presiden Mahasiswa IAIN Kerinci Danil Febriandi angkat bicara. Ia membantah keras jika tuntutan massa dipicu oleh kesalahpahaman ataupun miss komunikasi antar pihak kampus dengan mahasiswa soal Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan (PBAK).

Akan tetapi aksi yang digelar itu menurut Danil dikarenakan sistem pembentukan panitia PBAK IAIN Kerinci tahun 2021 yang diduga sudah terencana secara sistematis untuk tidak melibatkan DEMA.

"Kalau mengenai komunikasi, saya selaku pengurus DEMA yang lama sudah jauh-jauh hari berkoordinasi dengan pihak kampus melalui Wakil Rektor (WR) III, yakni bapak Halil Khusairi untuk membentuk kepengurusan DEMA yang baru. Karena pertimbangannya waktu itu IAIN Kerinci akan mengadakan PBAK tahun 2021," bebernya, Rabu (1/9/21).

Akan tetapi, kata Danil, WR III selalu menunda-nunda dengan alasan yang sama sekali tidak jelas. "Alasan beliau macam-macam lah, namun pada kesimpulannya tidak berdasar pada regulasi yang ada," ujarnya.

Ia menerangkan, menjelang hari H pelaksanaan PBAK IAIN Kerinci beberapa waktu yang lalu, pihaknya terkejut karena kampus sudah membentuk jajaran kepanitian dari dosen beserta mahasiswa tanpa sepengetahuan DEMA.

"Tentu kita kagetlah, jauh-jauh hari sudah komunikasi tentang PBAK dengan kampus, tau-tau diam-diam panitia sudah terbentuk," ungkapnya dengan nada kesal.

Setelah mendengar kabar panitia sudah terbentuk, pihaknya pun melayangkan surat kepada pihak IAIN Kerinci untuk membatalkan PBAK sembari meminta untuk beraudiensi karena tidak sesuai aturan Dirjen Pendis 4962 Tahun 2016 tentang pedoman PBAK. "Namun lagi-lagi surat dengan ultimatum satu kali 24 jam tersebut tidak direspon," terangnya.

Setelah itu ia bersama mahasiswa lainnya pun langsung bergegas menemui WR III untuk mempertanyakan progres surat. "Sesampainya di kampus, WR III malah mengatakan tidak tau menahu soal surat tersebut, padahal sudah diserahkan kepada bagian umum IAIN Kerinci berikut dengan bukti foto penyerahan," ujarnya.

Karena selalu tidak direspon, lanjut Danil, ia bersama rekan-rekannya pun sepakat untuk menggelar aksi dengan tuntutan Copot WR III karena disinyalir WR III IAIN Kerinci sengaja mengatur soal penitia PBAK. "Jadi pembentukan panitia PBAK sudah jelas bukan soal kesalahpahaman maupun miss komunikasi, karena setiap hal, kami tetap berkoordinasi dengan pihak kampus," imbuhnya.

Selain itu, lanjutnya, perekrutan panitia berlangsung secara tertutup tanpa ada pemberitahuan dan pengumuman terlebih dahulu. "Dengan berbagai persoalan di atas, akhirnya kami bersepakat untuk melakukan aksi karena ada indikasi pembentukan panitia sudah diatur dengan sedemikian rupa," pungkasnya.

Terpisah, salah seorang mahasiswa yang enggan disebutkan namanya menduga pembentukan panitia PBAK sengaja di atur pihak kampus tanpa melibatkan DEMA semakin menguat saat melihat komposisi jajaran panitia dan prosesi PBAK itu sendiri.

"Saat proses PBAK daring, kami mendapati bukti bahwa panitia dengan masifnya beroperasi mengkampanyekan kepada mahasiswa baru untuk bergabung dengan organisasi tertentu. Di sana mahasiswa baru juga diwajibkan oleh instruktur dari mahasiswa untuk memasang twibbon foto yang berlogo organisasi tersebut," terang sumber.

Bahkan ia menyebutkan, setelah pantia mewajibkan peserta PBAK memasang twibbon, para peserta diminta oleh panitia untuk memposting twibbon tersebut ke akun medsos pribadi dari peserta. "Kemudian mengirimkan bukti dalam bentuk screenshoot ke grup kelompok," paparnya.

Menurutnya, kecurigaan tersebut juga semakin kuat dengan melihat background organisasi para petinggi kampus yang senada dengan isi kampanye terselubung itu. "Jadi sudah jelas, memang ada yang tidak beres," pungkasnya.

Sebelumnya, dilansir pada kerincitime.co.id, aksi mahasiswa tersebut disebabkan adanya kesalahpahaman antara pihak rektorat dan mahasiswa, sehingga terjadilah aksi yang seharusnya dapat dihindari semasa pandemi ini dan dikomunikasikan secara apik.

“Kesalahpahaman tersebut, diakui juga karena kurangnya sosialisasi dan keterbatasan waktu, sehingga terkesan dilakukan sepihak,” jelas Jafar Ahmad selaku WR II IAIN Kerinci.

Sambungnya, teknis PBAK berbasis online juga mengimplikasikan adanya instrumen-instrumen IT dan pendekatan yang berbeda dari sebelumnya. Karenanya, mengundang respons yang beragam dari warga kampus, terutama mahasiswa, imbuhnya.

“Namun demikian, pemangku kebijakan IAIN Kerinci siap mengakomodir segala aspirasi mahasiswa dan menyambut baik segala keluhan mahasiswa demi kemajuan institusi,” tutupnya. (wow)