Diera keterbukaan informasi dan teknologi saat ini, dapat
dikatakan tak satupun informasi yang dapat ditutupi. Sebab, informasi diera
teknologi digital dapat dengan mudah diakses. Dan negara juga telah menjamin bahwa
penggunaan layanan disector public, harus mudah diakses oleh seluruh lapisan
masyarakat.
Mengingat bahwa tujuan didirikan negara ini untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Maka, ketersediaan fasilitas pelayanan public menjadi keniscayaan
untuk disiapkan. Mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa adalah tujuan kita bernegara. Dan itu semua hanya dapat dilaksanakan
dengan cara mengedepankan pelayanan public yang baik, murah, terjangkau adil
dan berkualitas.
Mirisnya. Pada kenyataan, masih ditemukan pelayanan public
yang kurang baik. Bahkan dipersulit. Bak ungkapan. Kalau bisa dipersulit kenapa
dipermudah. Kalau bisa dibayar mengapa gratis. Ungkapan seperti itu, masih
“berbau” pada sector pelayanan public. Tak jarang, masyarakat direpotkan untuk mengakses
layanan public. Hal ini terjadi, bisa dikarenakan petugas pelayanan yang tidak berkompeten.
Atau memang sistim pelayanan yang belum siap memberikan yang terbaik.
Untuk memastikan, agar pelayanan public yang disiapkan oleh
negara benar-benar memadai, layak, adil dan mensejahterakan. Maka diaturlah
semuanya dengan peraturan perundang-udangan. Termasuk mempromosikan pelaksana
pelayanan yang berkompeten. Seperti keberadaan Undang-Undang Nomor 25 tahun
2009 Tentang Pelayanan Publik.
Didalam undang-undang a quo sudah diatur, bilamana
masyarakat merasa dirugikan dalam penyelenggaraan pelayanan public, maka akses
untuk menggugat negara juga
dipersiapkan.
Misalnya; apabila ditemukannya Pelanggaran hukum dalam
Penyelenggaraan Pelayanan Publik, masyarakat dapat menggugat penyelenggara atau
pelaksana pelayanan melalui peradilan tata usaha negara. Gugatan tersebut
dilakukan, apabila pelayanan yang diberikan menimbulkan kerugian di bidang tata
usaha negara.
Dalam hal penyelenggara melakukan perbuatan melawan hukum
dalam penyelenggaraan pelayanan public, masyarakat dapat mengajukan gugatan ke
pengadilan. Pengajuan gugatan terhadap penyelenggara, tidak menghapus kewajiban
penyelenggara untuk melaksanakan keputusan Ombudsman. (Pasal 52 dan 53 UU No 25
Tahun 2009).
Termasuk juga melakukan gugatan pidana. Masyarakat dapat menggugat
penyelenggara atau pelaksana pelayanan public apabila atas perbuatan dan kelalaian dari
penyelenggara atau pelaksana layanan mengakibatkan timbulnya luka, cacat tetap,
atau hilangnya nyawa bagi pihak lain. (55 UU No 25 Tahun 2009).
Dalam Undang-undang a quo dijelaskan, jika
penyelenggara atau pelaksana layanan tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagaimana
dijelaskan dibawah ini, maka masyarakat dapat mengajukan gugatannya ke
pengadilan (class action). Diantara ketentuan yang dimaksud adalah;
1.
Penyelenggara
dan pelaksana berkewajiban mengelola sarana, prasarana, dan/atau fasilitas
pelayanan publik secara efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan
berkesinambungan serta bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan/atau
penggantian sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik.
Penjelasannya; bahwa setiap
penyelenggara pelayanan public, wajib mengelola semua sarana-prasana dan
fasilitas pelayanan public. Pengelolaan dimaksud, dilakukan secara efektif,
efisien, transparan, akuntabel dan berkesinambungan. Dan bertanggungjawab atas
pemeliharaannya supaya memberikan manfaat atas penggunaan dari sarana-prasana
dan fasilitas tersebut. Apabila tidak memberikan manfaat atau telah mengalami
kerusakan, maka wajib dilakukan penggantiannya.
Contohnya; jika ruangan tunggu pada
tiap layanan public tidak lagi memadai, sudah mengalami kerusakan, kursi sudah
rusak, platfonnya sudah mau runtuh atau dinding ruangan sudah banyak yang
retak, maka ruangan layanan tersebut harus dilakukan pergantian. Jika tidak
segera diganti atau diperbaiki, lalu kemudian digunakan oleh pengguna layanan
(masyarakat) dan menimbulkan korban, baik korban luka, cacat, atau kematian,
maka penyelenggara layanan tersebut dapat dituntut kemuka hukum di pengadilan
umum.
2.
Penyelenggara yang bermaksud melakukan
perbaikan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik wajib
mengumumkan dan mencantumkan batas waktu penyelesaian pekerjaan secara jelas
dan terbuka. Apabila tidak melakukan kewajiban tersebut, maka dinyatakan telah
melakukan kelalaian.
Penjelasanya; bahwa setiap perbaikan
dan penggantian sarana-prasana dan fasilitas layanan public wajib diberitahukan
kepada khalayak. Sebut saja, atas
perbaikan infrastruktur jalan umum. Apabila perbaikan jalan atau pembangunan
jalan umum tidak diberitahukan kepada public kapan waktu selesainya, kemudian
menimbulkan korban atas penggunaan jalan tersebut, maka penyelenggara dianggap
melakukan kelalaian. Atas kelalaian tersebut apabila menimbulkan korban jiwa,
atau luka, cacat tetap bagi pengguna layanan, maka penyelenggara dapat digugat
ke peradilan umum.
3.
Penyelenggara
berkewajiban memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota
masyarakat tertentu, dan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik
dengan perlakuan khusus dilarang digunakan oleh orang yang tidak berhak.
Penjelasannya; bahwa setiap
penyelenggara harus memperlakukan bagi pengguna layanan yang berkebutuhan
khusus. Bagi pengguna layanan yang cacat kaki, maka ditempat layanan tersebut harus
ada kursi roda. Apabila kursi roda ternyata digunakan oleh pihak yang tidak
berhak, kemudian menimbulkan kerugian bagi pengguna yang berkebutuhan khusus
tersebut, maka penyelenggara dapat dituntut dimuka hukum.
Demikianlah persoalan layanan public menurut Undang-undang a
quo yang dapat diproses lebih lanjut ke peradilan umum. Bahwa setiap
layanan yang apabila perbuatan dan kelalaian dari penyelenggara atau pelaksana
layanan mengakibatkan timbulnya luka, cacat tetap, atau hilangnya nyawa bagi
pihak lain, maka masyarakat dapat melanjutkan persoalan tersebut kepada proses
hukum di Pengadilan.