Jakarta,-Kilang Minyak PT Pertamina kembali alami kebakaran yang diduga akibat sambaran petir yang mengarah ke tanki di tempat kejadian perkara.  Hal ini sebagaimana diinformasikan oleh pihak PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).  "Ijin Melaporkan:

Sekitar jam 19.15 Tanki 36T102 terbakar, paska ada sambaran petir.

Tanki 36T102 berisi pertalite Level 15.9 meter vs max 20 m," ujar  Djoko Priyono melalui WA pada 13/11/2021.


Merespons hal itu, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Hery Susanto mengatakan bahwa sistem proteksi petir pada industri minyak dan gas di Indonesia secara umum sudah mengikuti standar internasional NFPA b780, API 653, dan API RP 2003.  Demikian disampaikan Hery Susanto Anggota Ombudsman RI melalui siaran pers di Jakarta (14/11/2021).


"Itu hasil pembahasan kajian ORI bersama ahli petir dari ITB di 25 Oktober 2021, yang pernah kami undang ke ORI untuk melengkapi laporan investigasi inisiatif ORI atas kasus kebakaran kilang minyak Balongan Indramayu Jawa Barat yang terjadi pada akhir Maret 2021 lalu," jelas Hery Susanto. 

 

Standar NFPA 780 mengatakan bahwa tangki yang terbuat dari metal dengan ketebalan 4,8 mm bersifat self-protected terhadap dampak sambaran langsung petir, sehingga tidak memerlukan adanya proteksi petir tambahan.

 

Namun, berdasarkan statistik, tangki di Indonesia hampir setiap tahun terbakar dan meledak akibat sambaran petir. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan karakteristik petir di Indonesia yang beriklim tropis dengan karakteristik petir yang beriklim sub-tropis.


Standar internasional NFPA dan API disusun dengan mengacu pada kondisi di wilayah sub-tropis. Perbedaan karakteristik ini menjadikan standar NFPA dan API tersebut tidak cukup untuk melindungi tangki dari sambaran petir tropis.

 

Petir di Indonesia memiliki ekor gelombang yang panjang, sehingga parameter muatan arusnya lebih besar dibandingkan dari petir sub-tropis. Muatan arus petir memiliki efek leleh pada logam. Petir yang mempunyai muatan besar dapat melelehkan bahkan melubangi metal pada tanki.


"Sejak tahun 1995 sd 2021 PT Pertamina telah alami kebakaran/meledaknya tanki kilang minyak sebanyak 17 kali," kata Hery Susanto.


Ia menjelaskan meski penangkal petirnya sesuai dengan standar internasional namun tidak cocok dengan karakteristik petir di Indonesia.


"Intinya perlu dievaluasi penangkal petir yang digunakan oleh kilang-kilang minyak Pertamina tersebut.  Sebaiknya agar tetap sesuai standar internasional dan adaptasi terhadap karakteristik petir di Indonesia maka perlu kombinasi penangkal petir nya dengan menambah penangkal petir yang sesuai dengan karakteristik petir yang dialami Indonesia," pungkasnya.(06)