Penyelenggaraan pelayanan public yang adil dan procedural sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Didalamnya telah dimuat semua persoalan pelayanan public. Mulai dari Bab Penyelenggaraan Pelayanan Publik sampai kepada sanksi terhadap Pelanggaran Hukum dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Kali ini, penulis fokuskan kepada bab sanksi dan bentuk pelanggaran. Apa saja sanksi dan bentuk yang akan diterima oleh penyelenggara pelayanan public jika melakukan pelanggaran dalam penyelenggaraan pelayanan public, sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Diantara bentuk dan sanksi yang dapat diberikan bila penyelenggara melakukan pelanggaran dalam pelayanan public diantaranya;
1. teguran tertulis;
2. sanksi pembebasan dari jabatan;
3. penurunan gaji;
4. sanksi penurunan pangkat;
5. sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri;
6. sanksi pemberhentian tidak dengan hormat;
7. sanksi pembekuan misi dan/atau izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah;
8. sanksi pencabutan izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah,
9. sanksi membayar ganti rugi,
10. sanksi pidana dan dikenai denda.
Khusus untuk bab sanksi angka 7 sampai 10 diatas, akan kita bahas pada tulisan berikutnya.
Sanksi-sanksi tersebut diatas, diberikan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Sanksi tidak hanya diberikan kepada pelaku pelayanan saja_seperti pada kabid atau kasi di level pemda, namun juga dapat diberikan kepada pimpinan penyelenggara dan korporasi/badan swasta.
Dalam Pasal 54 angka 1 UU No 25 Tahun 2009, menerangkan, apabila Penyelenggara atau pelaksana layanan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 15 huruf g, dan Pasal 17 huruf e dikenakan sanksi teguran tertulis.
Maksudnya adalah, apabila pelaksana layanan memiliki prestasi kerja maka ‘atasan’ dari pelaksana layanan harus memberikan penghargaan, atau sebaliknya jika pelaksana layanan melakukan pelanggaran, maka ‘atasanya’ wajib memberikan hukuman. Apabila dua hal diatas tidak dilakukan oleh penyelenggara selaku ‘atasan_pimpinan’. Maka pimpinan penyelenggara layanan public yang dikenai sanksi teguran tertulis.
Begitupun jika tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; atau melanggar asas penyelenggaraan pelayanan public, maka wajib diberikan hukuman terhadap pelaksana layanan public. Apabila hal itu tidak dilakukan, maka pimpinan penyelenggara-lah yang akan mendapat teguran tertulis.
Misalnya; Layanan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Apabila pelaksana layanan memiliki prestasi kerja, baik itu Kepala Bidang, Kepala Sesi, atau pelaksana layanan yang ditunjuk sebagai petugas layanan, kemudian ia tidak diberikan pengharagaan, atau sebaliknya melakukan pelanggaran kemudian tidak diberikan hukuman, maka kepala Dinas Dukcapil mendapat teguran tertulis dari atasannya_oleh kepala daerah. Begitulah seterusnya untuk dinas-dinas, atau Lembaga, instasi penyelenggara pelayanan public lainnya.
Selain teguran tertulis, penyelenggara dan pelaksana layanan juga dapat dibebaskan dari jabatannya apabila tidak melakukan perbaikan dalam kurun waktu tertentu (3 bulan dan/atau 1 tahun). Hal itu berlaku apabila Penyelenggara atau pelaksana layanan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang a quo Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf e, Pasal 15 huruf e dan huruf f, Pasal 16 huruf a, Pasal 17 huruf b dan huruf c, Pasal 25 ayat (2), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (2), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 44 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 50 ayat (9).
Apa saja bentuk pelanggaran yang dimaksud dalam pasal-pasal diatas. Dimana teguran tertulis dan pemebebasan dari jabatan diberikan langsung, dan tidak melakukan perbaikan dalam kurun waktu tertentu, diantaranya;
1. Penyelenggara tidak melaksanakan evaluasi terhadap kinerja pelaksana layanan di lingkungan organisasi secara berkala dan berkelanjutan;
2. Penyelenggara tidak melakukan peningkatan kapasitas terhadap pelaksana layanan;
3. Penyelenggara tidak memberikan informasi atas perjanjian kerja sama dengan pihak lain kepada masyarakat;
4. Penyelenggara tidak mencantumkan alamat tempat mengadu dan sarana untuk menampung keluhan masyarakat yang mudah diakses, seperti tidak adanya layanan telepon, pesan layanan singkat (short message service (sms)), laman (website), pos-el (e-mail), dan kotak pengaduan.
5. Penyelenggara tidak memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik;
6. Penyelenggara tidak melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan;
7. Penyelenggara tidak melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang diberikan.
8. Penyelenggara meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan yang jelas, rasional, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
9. Pelaksana layanan menambah-nambah ketentuan layanan tanpa persetujuan penyelenggara;
10. Pelaksana layanan tidak memberikan laporan kepada penyelenggara mengenai kondisi dan kebutuhan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik sesuai dengan tuntutan kebutuhan standar pelayanan.
11. Tidak adanya Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik dengan perlakuan khusus unttukkebutuhan pengguna khusus.
12. Penyelenggara tidak melakukan kewajibannya untuk memeriksa pengaduan dari masyarakat mengenai pelayanan publik yang diselenggarakannya.
13. Penyelenggara yang tidak menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan.
14. Penyelenggara tidak mengumumkan nama dan alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang disediakan.
15. Bagi Korporasi dan/atau badan hukum yang menyelenggarakan pelayanan publik namun tidak mengalokasikan anggaran yang memadai secara proporsional untuk peningkatan kualitas pelayanan publik.
Selain dari 15 (lima belas) bentuk pelanggaran diatas. Penyelenggara pelayanan public dapat langsung diberhentikan atau dibebaskan dari jabatan tanpa adanya peringatan perbaikan terlebih dahulu. Hal itu berlaku jika penyelenggara atau pelaksana layanan melanggar ketentuan Pasal 11 ayat (1), Pasal 15 huruf b, huruf e, huruf j, huruf k, dan huruf l, Pasal 16 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, Pasal 17 huruf a dan huruf d, Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 22, Pasal 28 ayat (4), Pasal 33 ayat (1), Pasal 36 ayat (3), Pasal 48 ayat (2), serta Pasal 50 ayat (1) dan ayat (4) a quo.
Pelanggaran terhadap semua ketentuan diatas langsung mendapat sanksi pembebasan dari jabatan atau langsung diberhentikan dari kedudukan atau jabatannya.
Apa saja bentuk pelanggarannya:
1. Penyelenggara dalam hal melakukan penyeleksian dan promosi pelaksana layanan tidak transparan, berlaku diskriminatif, dan tidak adil;
2. Penyelenggara tidak menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan;
3. Penyelenggara tidak menempatkan pelaksana layanan yang kompeten;
4. Penyelenggara tidak menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai;
5. Penyelenggara tidak memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik;
6. merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana layanan yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah;
7. membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain tanpa persetujuan penyelenggara;
8. Dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan penyelenggara tidak mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait;
9. Penyelenggara tidak menerapkan standar pelayanan;
10. Penyelenggara tidak menyusun dan menetapkan maklumat pelayanan yang merupakan pernyataan kesanggupan penyelenggara dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan;
11. Maklumat pelayanan tidak dipublikasikan secara jelas dan luas;
12. Penyelenggara yang bermaksud melakukan perbaikan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik tidak mengumumkan dan mencantumkan batas waktu penyelesaian pekerjaan secara jelas dan terbuka;
13. Dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh institusi penyelenggara negara dan lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang, negara tidak mengalokasikan anggaran yang memadai melalui anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
14. Penyelenggara tidak menerima dan merespons pengaduan.
15. Penyelenggara tidak menindaklanjuti pengaduan yang berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu;
16. Penyelenggara tidak memutuskan hasil pemeriksaan pengaduan selama kurun waktu 60 (enam puluh) hari sejak berkas pengaduan dinyatakan lengkap;
17. Penyelenggara tidak menyediakan anggaran guna membayar ganti rugi.
Begitupun dengan sanksi diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, atau diberhentikan dengan tidak hormat, dikenakan kepada penyelenggara atau pelaksana layanan, yang apabila penyelenggara melakukan pelanggaran berupa;
1. Penyelenggara tidak menyusun dan menetapkan standar pelayanan dan tidak memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan;
2. Penyelenggara memberikan izin dan/atau membiarkan pihak lain menggunakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang mengakibatkan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik tidak berfungsi atau tidak sesuai dengan peruntukannya;
3. Penyelenggara membiayai kegiatan lain dengan menggunakan alokasi anggaran yang diperuntukkan pelayanan publik.
4. Saham penyelenggara yang berbentuk badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang berkaitan dengan pelayanan publik dipindahtangankan dalam keadaan apa pun, baik langsung maupun tidak langsung melalui penjualan, penjaminan atau hal-hal yang mengakibatkan beralihnya kekuasaan menjalankan korporasi atau hilangnya hak-hak yang menjadi milik korporasi.
5. Penyelenggara melakukan pemeriksaan materi aduan, dengan tidak menjaga kerahasiaan.
Itulah sederet bentuk pelanggaran dan sanksi terhadap penyelenggara yang melakukan pelanggaran dalam penyelenggaraan pelayanan public. Hal itu sudah tertuang dengan jelas dalam undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang pelayanan public. Kita berharap, itu semua menjadi perhatian dan kepedulian bagi setiap kepala daerah dan pimpinan atau atasan setiap instansi/badan atau Lembaga pemerintahan yang melaksanakan pelayanan public. Untuk dijadikan pedoman dan panduan dalam memberikan layanan, demi terwujudnya pelayanan yang baik, adil dan berkualitas.