Khamparan.com - Komisi III DPRD Provinsi Jambi sambut aspirasi perwakilan dari organisasi transportasi online gabungan aksi roda dua (Garda) di Ruang Badan Anggaran (Banggar) dengan mengambil langkah untuk membawa persoalan tersebut sampai ke Jakarta.
Anggota Komisi III A Fauzi Ansori mengatakan dari beberapa keluhan, sebagian besar kewenangan nya ada di Jakarta. "Tugas kita mendorong untuk mengkonsultasikan bersama DPD Garda ini ke tingkat pusat," katanya setelah Hearing di Ruang Banggar, Jum'at (5/8/2022).
Kemudian dari sisi kewenangan dalam hal pengawasan, ternyata itu ada di Provinsi. "Nah ini akan kita dorong pak Gubernur untuk membuat kerangka regulasi sehingga pekerja Ojol ini bisa juga terlindungi dari sisi kesejahteraan nya," ujar Ketua Fraksi Demokrat tersebut.
Fauzi juga mengungkapkan jika mengacu pada undang-undang nomor 7 tahun 81 tentang ketenagakerjaan, ternyata aplikator wajib berkantor di Provinsi Jambi. Sehingga Komisi III berkesimpulan akan memanggil aplikator.
"Kita akan mendiskusikan apa yang menjadi tuntutan Ojol, agar bisa dipenuhi misal contoh titik Map, tidak sesuai dengan dilapangkan banyak yang dirugikan oleh aplikator sehingga kesejahteraan lebih banyak ke aplikator, sementara resiko ada di mereka," ujarnya.
Dengan lantang, politisi Demokrat itu menyatakan sebagai wakil rakyat wajib hukumnya untuk memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi masyarakat."Dan disimpulkan Senin akan hearing dengan dinas ketenagakerjaan lalu kita ambil action membawa persoalan ini ke Jakarta," jelasnya.
Selanjutnya, Wakil Ketua Komisi III Ivan Wirata juga menjelaskan, bahwa organisasi garda membawa aspirasi nya untuk dibahas di DPRD Provinsi Jambi. "Dalam pertemuan ini sedikitnya para Ojol itu membawa 9 aspirasi untuk diperjuangkan oleh DPRD Provinsi Jambi dalam memberikan rasa aman dan kesejahteraan pekerja ojol tersebut," katanya.
Salah satunya yaitu terkait dengan peraturan menteri nomor 12 tahun 2019 belum mewajibkan perusahaan aplikator memberikan jaminan dan santunan pada para ojol. Kemudian masih terdapat perusahaan aplikator tidak bertanggung jawab dalam menganti terkait orderan fiktif dari konsumen, Kejelasan mengenai pengkliman asuransi mitra masih sulit, dan ketidak sesuaian map (jarak tempuh) dengan aplikasi map dilapangan.
Padahal kata Ivan, pelaku ojol ini merupakan garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, terutama saat pandemi Covid-19. Semua aktivitas masyarakat dibatasi." Para ojol ini lah yang terus berjuang keluar beli makanan, dan mengantarkan pesanan order masyarakat bisa didapatkan walaupun tidak keluar rumah.
Selain itu para ojol ini juga menumbuhkan perekonomian. Dari sini tidak sedikit para ojol mendapatkan penghasilan untuk keluarga nya. Kita Komisi III mitra nya Kementrian perhubungan akan perjuangkan aspirasinya ke Kementerian Perhubungan," ujarnya.
Ivan berharap, Pemerintah Daerah sebagai pengawas, segi asuransi, ketenagakerjaan, regulasi Pergub, dan kajian hukum. Agar bisa memberikan pengawasan."Soal ini kami tidak main-main, semua keluhan mereka akan kita tindaklanjut baik ke instansi terkait di Pemerintah Provinsi Jambi, maupun ke Kementrian Perhubungan," jelasnya.
Adapun 9 Aspirasi dari Ojol yaitu :
1. Berdasarkan PM 12 Tahun 2019 belum mewajibkan perusahaan aplikator dalam pemberian jaminan dan santunan kepada pengemudi sepeda motor ojek online, peraturan tersebut hanya menyebutkan kepastian mendapatkan santunan jika terjadi kecelakaan, jaminan sosial ketenagakerjaan dan jaminan sosial kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut menyebabkan aplikator hanya mengarahkan asuransi melalui BPJS/ Jasa Raharja dan tidak menyediakan asuransi perusahaan.
2. Muatan materi sebagaimana yang tertuang dalam KP 348 Tahun 2019 terdapat beberapa hal yang perlu di pertimbangkan, antara lain. a. Hanya mengatur tarif layanan ojek online dan tidak mengatur tarif layanan pengantaran makanan, delivery servise, go shop dan jasa layanan lainya, sehingga tarif pengemudi menuju restoran/toko tidak di perhitungan (gratis), b. Aplikator berhak menarik jasa aplikasi maksimal sebesar 20% namun pada pelaksanaan dilapangan masih ada aplikator yang menarik biaya jasa aplikasi hingga 25%.
c. Untuk menjamin kelangsungan penggunaan sepeda motor yang di gunakan untuk kepentingan masyarakat, biaya besaran jasa dapat di evaluasi paling lama setiap 3 bulan sekali, namun selama 1 tahun terakhir belum ada pelaksanaan evaluasi tarif khususnya di masa pandemi Covid-19.
3. Dalam penyusunan perhitungan biaya jasa sebaiknya di sesuaikan dengan kondisi topografi wilayah masing-masing.4 Masih terdapat perusahaan aplikator ojek online yang tidak bertanggung jawab dalam mengganti orderan fiktif dari konsumen. PM 12 tahun 2019 dan KP 348 Tahun 2019 belum mengatur instansi yang bertanggung jawab dalam. Pengawasan terhadap pelanggaran baik yang dilakukan oleh pengemudi ataupun pengguna jasa ojek online.
5.Penyusunan rancangan peraturan terkait ojek online, pemerintah untuk dapat melibatkan perwakilan organisasi ojek online yang ada di daerah. 6 Shelter bagi driver yang belum disiapkan oleh aplikator. 7 Kejelasan mengenai klaim asuransi mitra yang sulit. 8 Suspen atau putus mitra sepihak tanpa adanya klarifikasi dan bukti- bukti yang menjelaskan kesalahan mitra tersebut. 9 Ketidaksesuaian map (jarak tempuh) di aplikasi film dengan map yang sebenarnya di lapangan.